CUM adalah sebagai wadah perpanjangan tangan Pelayanan Gereja maka secara otomatis Gereja merupakan payung yuridis CUM sesuai dengan Badan Hukum Gereja sebagai ketetapan Pemerintah Indonesia tentang izin-izin berdirinya Gereja-Gereja di Indonesia.
Disamping dasar hukum tersebut di atas juga mengacu pada UUD 1945 pasal 28 dan 33 dan KUHP Perdata pasal 1338 tentang kesepakatan subyek-subyek hukum untuk menggabungkan diri dalam suatu ikatan yang berkaitan dengan kebutuhan perikatan.
Kesepakatan tersebut merupakan undang-undang bagi masing-masing dan tidak boleh dibatalkan sepihak. Dalam CUM diwujudkan perserikatan kooperatif atau secara geselshaft dan prinsip komunitas / persekutuan atau secara gemeinshaft sehingga tidak tepat dianggap sebagai usaha koperasi atau sejenisnya.
Perwujudan kooperatif dalam CUM adalah secara bersama-sama membantu usaha anggota yang membutuhkan dana untuk modal usaha dan hasilnya juga menjadi keuntungan bersama atau dalam pembagian hasil usaha maka sipemakai investasi juga berhak memperoleh hasil usaha investasi walaupun yang bersangkutan sebagai pemakai investasi di CUM.
Huria Kristen Batak Protestan sebagai pemegang hak paten dari CUM yang diserahkan Bapak DR M.P Ambarita dan beberapa Gereja telah mengadaptasi CUM ini dalam Tata Gereja.
CUM sebagai suatu wadah bersifat organisasi berdasarkan prinsip kooperatif dan komunitas maka seluruh keberadaan dan kegiatannya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta job description bagi pengurus dan pengelolanya tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Gereja pendiri CUM.
Sumber : BUKU PEDOMAN MENDIRIKAN CREDO UNION MODIFIKASI (C.U.M)